Palestina itu Urusan Akidah, Bukan Sekadar Urusan Kemanusiaan

Hidayatullah.com - Banyak masyarakat salah paham terkait usahan pembebasan Palestina dan Masjidil Al Aqsha, seolah-olah urusan kemanusiaan. Padahal keduanya adalah urusan akidah umat Islam.
Penjelasan ini disampaikan salah satu relawan Sahabat Al-aqsha (SA) Dzikrullah pada sekitar 600 peserta Silaturahim Wilayah (Silatwil) Hidayatullah DIY – Jawa Tengah Bagian Selatan belum lama ini bertepatan menyambut Tahun Baru Islam.
Ia juga menjelaskan perkembangan Palestina terkini, khususnya paca serangan penjajah Israel atas Gaza.
“Bertahannya rakyat Gaza bukan karena perlengkapan senjatanya, karena kalau mengandalkan senjata, mereka akan akan kalah, namun karena kembalinya orang Palestina kepada Islam,” begitu terang Dzikrullah kepada ratusan kader, anggota, dan simpatisan Hidayatullah di Solo.
Menurut Dzikrullah, yang tak boleh dilupakan umat dalam berbicara tentang Palestina meliputi enam hal.
Pertama adalah Quds. Dalam sejarah, Al-Quds lepas secara resmi kepada penjajah Zionis Israel pada tanggal 5 Juni 1967.
Kedua adalah Tepi Barat, di mana Tepi Barat ini dijuluki juga otorita Palestina, padahal banyak yang memahami di tangan penjajah, Palestina tidak punya otoritas sama sekali.
Ketiga adalah Zionis-Israel itu sendiri, yang notabene adalah penjajah.
Keempat para tawanan yang ada di penjara-penjara Israel, karena mereka merupakan bagian dari Palestina.
Kelima adalah tempat-tempat pengungsi, para pengungsi juga bagian dari Palestina.
Keenam adalah Gaza. Gaza ini sebenarnya ‘penjara’ terbesar di dunia, karena Gaza dikepung dari segala penjuru, dari darat, laut, dan udara. Sementara rakyat Palestina untuk keluar atau masuk dari Gaza harus diijinkan oleh pihak penjajah Israel.
Dzikrullah juga menyampaikan berbagai kejahatan keji penjajah Israel terhadap rakyat Palestina dan Gaza. Di antaranya vonis-vonis amat gila untuk menghukum rakyat Palestina yang mereka tangkap di jalan atau di rumah-rumah mereka sendiri.
Misalnya ada vonis yang mencapai 450 tahun, 500 tahun, dan yang paling lama adalah 6.633 tahun.
Acara ini diakhiri dengan penggalangan dana untuk Bangsa Palestina. Semoga Allah menolong mujahid-mujahid di Palestina.
Shalat Lail
Acara yang diikuti oleh enam ratusan anggota, kader, dan simpatisan Hidayatullah ini bertempat di Kampus Hidayatullah Surakarta, Yayasan Al-Kahfi.
Para jamaah Hidayatullah datang dari berbagai penjuru kota di Yogyakarta, Solo, Sragen, Klaten, Boyolali, Magelang, Kebumen, Purwokerto, dan Cilacap. Turut hadir pula Ketua Umum Hidayatullah, Dr. Abdul Mannan, M.M. memberi taujih kepada anggota, kader, dan simpatisan Hidayatullah.
“Tidurnya Ashabul Kahfi saja sudah menumbangkan tirani, apalagi kerjanya. Jika penduduk Yayasan Al-Kahfi Surakarta ini tidurnya karena iman, pasti lebih dahsyat goncangannya untuk Surakarta, apalagi kerjanya,” ujarnya.
Dalam sambutannya, ia mengajak seluruh hadirin agar tak putus shalat lail guna menyerap kekuatan dari Allah.
“Jangan mengaku mujahid dakwah, kalau shalat malam saja jarang-jarang,” lanjutnya.
Menurutnya, meski tak ringan, shalat malam harus menjadi modal para dai dan dilakukan istiqomah. Jika qiyamul lail bisa dikerjakan dengan istiqomah, pasti Allah menurunkan bantuan dan melahirkan perkataan yang berbobot, qaulan tsaqiila,” tambahnya.*/Mahmud Thorif (Jogjakarta)

Related News

Tidak ada komentar:

Leave a Reply