Rached Ghannouchi, leader of the Islamist Ennahda party, voted with his family (26/10/2014) -Reuters- |
CNN memberitakan, pemilu anggota parlemen Tunisia telah berlangsung 26 Oktober 2014 kemarin. Kendati KPU Tunisia belum merilis hasil resmi, namun nampaknya Partai Nida Tunisia (Sekuler) mampu mengungguli Partai An-Nahdhah (Ikhwanul Muslimin) yang kini berkuasa dengan 85 kursi vs 69 kursi di parlemen yang berjumlah 217 kursi. Disusul peringkat ketiga Partai Front Rakyat 12 kursi, Partai Persatuan Nasional 17 kursi, Partai Afaq Tunisia 9 kursi, dan sisanya dimenangkan partai gurem.
Kegagalan Partai An-Nahdhah ditenggarai bagian dari strategi An-Nahdhah. Terutama setelah Partai An-Nahdhah 4 tahun berkuasa pasca reformasi melengserkan rezim Ben Ali (penguasa diktator 21 tahun Tunisia). An-Nahdhah menjadi sorotan dan target penghancuran seperti IM di Mesir dan FIS di Aljazair. An-Nahdhah menjadi sasaran kaum sekuler-liberal, Islamphobia, kelompok Sosialis yang didukung badan intelejen negara-negara Sekuler-Liberal-Salibis-Zionis. Dimana An-Nahdhah diisukan akan melakukan Islamisasi. Namun di sisi lain, An-Nahdhah juga diserang kelompok Salafy dan HT Tunisia yang konsisten menuduh An-Nahdhah tidak ada niat menerapkan syariat Islam.
Di titik ini, Rasyid Ghannouchi pemimpin An-Nahdhah nampaknya sangat matang berpolitik. Ia memilih kalah untuk menang, dengan tidak memaksakan diri untuk langsung menjadi pemenang di Pemilu 2014 dan memilih menjadi nomor 2. Kecerdasan Ghannouchi nampak sebagai berikut:
1. Dengan kemenangan tipis partai Nida Tunisia yang sekuler, An-Nahdhah tetap menjadi primadona karena segala keputusan Nida Tunisia tidak akan tercapai tanpa meminta pendapat An-Nahdhah.
(Diberitakan Reuters, Lotfi Zitoun seorang pejabat senior An-Nahdhah telah mengakui kemenangan Partai Nidaa Tunisia. "Kami telah menerima hasil ini, dan mengucapkan selamat kepada pemenang Partai Nidaa Tunisia," ujar Lotfi Zitoun, kepada Reuters.)
2. Kemenangan partai sekuler membuat An-Nahdhah tidak lagi menjadi sorotan kalangan Salibis-Zionis dan HT-Salafy. Mengingat kondisi politik Timur Tengah yang saat ini sangat membenci Ikhwanul Muslimin dan organisasi se-fikroh.
3. Kekalahan An-Nahdhah memupus rencana dan konspirasi kudeta ala As-Sisi di Mesir. Sebab aktor-aktor kudeta justru kembali berkuasa dan memegang kendali jabatan publik. Tentu menghindari perang sipil dan konflik berdarah seperti di Mesir dan Aljazair.
4. Menepis tuduhan bahwa An-Nahdhah haus kekuasaan, seperti tuduhan terhadap Ikhwanul Muslimin dan Presiden Mursi yang kerap menjadi korban bully dan propaganda fitnah media.
5. Dengan tidak menjadi sorotan, An-Nahdhah memiliki peluang untuk memperkuat basis internal, meraih dukungan publik lebih luas, dan mempersiapkan diri saat partai Nida gagal mengelola pemerintahan.
Nampaknya kekalahan An-Nahdhah dan sikap dewasanya, sangat baik untuk dijadikan pelajaran bagi PKS di Indonesia. Konsisten berada di luar kekuasaan era Jokowi-JK, memperkuat kaderisasi internal, memperluas ekspansi keluar, mempersiapkan SDM handal, dan menguasai media. (piyungan)
(Nandang Burhanudin)
Tidak ada komentar: