Hingga hari ini, Sabtu 25 Oktober 2014, atau hari kelima setelah dilantik menjadi Presiden, Joko Widodo belum mengumumkan komposisi dan struktur kabinetnya untuk periode lima tahun mendatang.
Beragam spekulasi muncul di balik lambannya belum keluarnya daftar menteri kabinet Jokowi dan Jusuf Kalla.
Alasan utamanya, dari 34 daftar nama calon menteri yang diberikan Jokowi ke KPK, delapan di antaranya mendapat kode merah. KPK pun secara tegas meminta Jokowi tidak menjadikan delapan nama itu sebagai menteri di kabinetnya.
Spekulasi lain muncul terkait tarik ulur kepentingan politik. Direktur Eksekutif Lingkar Madani (LIMA) Ray Rangkuti menilai banyak hal yang membuat Presiden Joko Widodo (Jokowi) tak kunjung mengumumkan nama menterinya. Salah satunya adalah karena ada tarik ulur dalam internal partai pendukung.
"Jokowi juga menghadapi 7 sumber yang mempengaruhinya, pertama partai sendiri, partai koalisi, KPK dan PPATK, tim transisi yang diwakili tiga orang Hasto, Andi Widjajanto dan Rini Mariani Soemarno, dan elemen civil society seperti kita," kata Ray Jakarta, Kamis, 23 Oktober 2014.
Lambannya Presiden Jokowi mengumumkan postur kabinet berimplikasi negatif pada beberapa hal. Termasuk di sektor ekonomi.
Inilah akibat keterlambatan pengumuman kabinet :
1. Pemerintahan vakum
Ketidakjelasan Presiden Joko Widodo mengumumkan struktur kabinet dan menteri-menteri membuat tampuk kepemimpinan di setiap kementerian kosong. Padahal presiden yang akrab disapa Jokowi ini sudah berjanji untuk ngebut sejak hari pertama pemerintahannya.
Ekonom Senior Bank Mandiri, Destry Damayanti melihat roda pemerintahan tidak berjalan maksimal.
"Kalau kayak gini kan sama saja vakum," ujar Destry di Grand Hyatt, Jakarta, Kamis, 23 Oktober 2014.
2. Pencairan anggaran tertunda
Hingga saat ini, Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) belum memiliki kabinet. Kinerja kementerian tetap berjalan meskipun tanpa dinahkodai seorang menteri. Hanya saja, yang menarik untuk dilihat adalah kinerja penyerapan anggaran selama belum adanya menteri keuangan.
Otomatis, pencairan anggaran kementerian/lembaga mengalami penundaan. Kementerian/Lembaga tidak bisa mencairkan anggaran tanpa persetujuan dan lampu hijau dari menteri keuangan selaku bendahara negara.
3. Banyak PR, pemerintahan stagnan
Ketua Apindo Sofjan Wanandi menyentil Presiden Jokowi dan Wakil Presiden Jusuf Kalla jika terlalu lama mengumumkan struktur kabinetnya. Jokowi dinilai membiarkan pemerintahan stagnan di tengah menumpuknya pekerjaan rumah yang harus diselesaikan.
"Kita merasa jangan terlalu lama karena pemerintahan terjadi stagnasi. Padahal banyak yang masih harus dikerjakan. Cepat sajalah, supaya bisa kerja," tegasnya.
4. Kementerian tak bisa ambil kebijakan strategis
Pakar Hukum Tata Negara Yusril Ihza Mahendra mengatakan bahaya jika jabatan menteri terlalu lama kosong. Pasalnya tidak ada yang bisa mengambil kebijakan dalam kementerian tersebut.
"Semua menteri berhenti sejak 20 Oktober 2014, tidak bisa yang ambil kebijakan sampai ada serah terima jabatan (menteri) karena Sekjen hanya bisa menangani operasional saja," kata Yusril di Jakarta, Kamis, 23 Oktober 2014.
Kosongnya kursi menteri tentu saja tidak bisa dipandang remeh. Sebab, kinerja kementerian tidak berjalan maksimal. Tidak ada kebijakan strategis yang bisa diambil. Termasuk kebijakan yang bersifat krusial. Untuk sementara, tongkat komando di masing-masing kementerian dipegang oleh sekretaris jenderal (sekjen). Sekjen tidak memiliki wewenang untuk itu.
"Kalau buat ambil kebijakan ya tidak bisa. Karena tidak ada yang berwenang, bahkan Sekjen," tegas salah satu staf kementerian.
5. Pasar gelisah dan khawatir
Postur kabinet pemerintahan periode 2014-2019 usungan Presiden Joko Widodo (Jokowi) belum juga dibeberkan. Jokowi beralasan, dirinya ingin membentuk sebuah kabinet yang diisi oleh orang-orang kompeten.
Namun, lambatnya pengumuman Kabinet ala Jokowi mendapatkan respon negatif dari kalangan pengusaha.
Ketua Umum Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) Sarman Simanjorang mengungkapkan respon negatif pasar tersebut lantaran harapan palsu yang dilontarkan Jokowi kepada publik.
"Saya melihat sebenarnya kalau tidak ada statement Jokowi yang bilang segera, mungkin pasar bakal adem," ungkap Sarman di Jakarta, Kamis, 23 Oktober 2014.
Ekonom Senior Bank Mandiri, Destry Damayanti mengakui, kondisi ini berdampak pada stabilitas pasar yang sejauh ini sudah positif. Dia mengaku, pasar dan pelaku ekonomi memiliki ekspektasi atau harapan yang terlalu berlebih pada figur Jokowi. Dengan kosongnya kabinet selama tiga hari ini membuat ekspektasi pasar kembali menurun.
"Market jadi mikir. Karena market sudah ekspek banget. Apalagi beliau kan bilang 'kerja, kerja, kerja'," tegas Destri.
Destri menduga, lamanya Jokowi memilih menteri karena masih mencari sosok profesional khususnya untuk menggawangi bidang ekonomi. Namun, tidak menutup kemungkinan, hal itu justru membuat pasar bergejolak.
"Market jadi khawatir juga ya adanya ini," ujarnya. (fs)
Tidak ada komentar: