Revisi Undang-undang Haji Mesti Menjadi Prioritas


Jakarta (11/11) - Revisi Undang-undang (UU) Haji No 13 tahun 2008 diminta tetap menjadi prioritas dalam usulan prolegnas tahun 2015. Hal ini terungkap dalam rapat dengar pendapat umum (RDPU) antara Komisi VIII DPR RI dengan perwakilan Majelis Ulama Indonesia (MUI), Ikatan Persaudaraan Haji Indonesia (IPHI), Asosiasi Muslim Penyelenggara Umroh dan Haji Republik Indonesia (AMPHURI), Asosiasi Muslim Penyelenggara Umroh dan Haji (AMPUH) dan Pengurus Besar Himpunan Mahasiswa Islam (PB HMI), Senin (10/11) di Senayan.

Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI, Ledia Hanifa menjelaskan, meskipun dalam beberapa tahun terakhir survey Badan Pusat Statistik (BPS) mengenai kepuasan jamaah haji menunjukkan adanya peningkatan penilaian sampai mendekati angka 83%, tidak berarti penyelenggaraan ibadah haji tidak memiliki catatan. "Bahkan, beberapa catatan yang ditemui dalam pengawasan ibadah haji oleh Komisi VIII DPR RI merupakan catatan berulang yang sudah beberapa tahun menjadi masalah, seperti soal pemondokan, katering, layanan kesehatan dan transportasi," kata Ledia dalam rilis yang dikirimnya, Selasa (11/11).

Dalam RDPU kali ini, perwakilan ormas dan lembaga memberi laporan mengenai beberapa kendala yang muncul di tengah penyelenggaraan ibadah haji terakhir bulan lalu. "Misalnya soal sulitnya pembimbing ibadah haji reguler mendampingi jamaah KBIH-nya karena persoalan keterbatasan kuota dan kelambatan visa, soal pembinaan jamaah haji serta pembatasan pilihan ibadah bagi jamaah sehingga jamaah yang memilih melakukan sunnah tarwiyah tidak disediakan transportasi oleh pemerintah," tuturnya.

Oleh karena itu, legislator PKS dari dapil Jabar I ini menilai, menjadi sangat penting bagi komisi VIII untuk segera membahas revisi UU 13 th 2008 tentang penyelenggaraan ibadah haji agar pengaturan mengenai penyelenggaraan ibadah haji menjadi lebih komprehensif, sebab terkait dengan kegiatan di tanah air, sejak pendaftaran di wilayah masing-masing, menjelang keberangkatan di embarkasi, di tanah suci sebelum dan saat melakukan ritual ibadah hingga fase kembalinya jamaah ke tanah air.


“Memang kita patut bersyukur sudah ada Undang-undang No 34/2014 tentang Pengelolaan Keuangan Haji. Namun perlu diingat bahwa UU ini bersifat lex spesialis dari undang-undang penyelenggaraan haji itu sendiri. Sehingga UU 13 tahun 2008nya harus segera direvisi agar tidak ada tumpang tindih peraturan di beberapa bagian, sambil juga menyisakan berbagai persoalan mendasar yang harus dipenuhi yang belum bisa dipenuhi hanya dengan meregulasi persoalan keuangannya saja.” pungkas Ledia. (pks.or.id)

Related News

Tidak ada komentar:

Leave a Reply