Bongkar Mafia BBM di Sulteng

| Foto: Media Alkhairaat |
Diskusi Terbuka Forum Pemred “Libu Ntodea” di salah satu warung kopi, Selasa (11/11). (FOTO: MAL/FAUZI).
PALU – Kelangkaan Bahan Bakar Minyak (BBM) yang mulai dirasakan masyarakat Sulawesi Tengah (Sulteng) akhir-akhir ini menginisiasi Forum Pemred “Libu Ntodea” dan Ombudsman Perwakilan Sulteng untuk menggelar diskusi terbuka di salah satu Warung Kopi di Kota Palu, Selasa (11/11).
Diskusi yang menggangkat tema “Membongkar Mafia BBM di Sulteng” itu dipandu Kepala Ombudsman Perwakilan Sulteng, Sofyan Farid Lembah. Dialog dibuka dengan menggungkap beberapa fenomena terkait kelangaan BBM saat ini.
Fenomena tersebut antara lain, sebagian besar SPBU tidak menyediakan cadangan BBM untuk kebutuhan darurat, seperti untuk ambulans dan pemadam kebakaran. Kemudian maraknya pengecer yang menaikan harga tidak sesuai dengan ketentuan.
“SBPU yang menerima pengisian BBM melalui jerigen. Beberapa oknum juga ikut serta memanfaatkan kondisi ini dengan melakukan penimbunan untuk dijual kembali menjadi BBM non subsidi kepada industry,” beber Sofyan.
Atas hal tersebut, Asisten Bidang Ekonomi dan Pembangunan, Pemprov Sulteng, Bunga Elim Somba menyampaikan beberapa strategi yang akan diterapkan. Untuk kebutuhan darurat kata dia, sebenarnya telah diatur dalam satu produk hukum tetap. Selanjutnya maraknya pengecer, pihanya tidak dapat melarang karena masih ada sebagian masyarakat yang merasakan manfaat dari itu.
“Jujur dalam aturan tidak ada istilah pengecer dan kami bisa saja bertindak untuk melarangnya,” ungkapnya.
Sementara keterlibatan oknum yang menjual kembali BBM subsidi kepada industri, maka pihaknya akan berupaya mengantisipasi dengan cara meminta semua industri melaporkan kebutuhan dan dari mana BBM mereka dapatkan.
“Kalau tidak bisa membuktikan, izinnya akan kita revisi,” tekannya.
Terpisah, Inspektur Migas dan Tambang, Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral, Salim mengatakan, terlalu biasnya diskusi tersebut sehingga tidak membuahkan kesimpulan akhir.
“Sebenarnya gampang saja, kita kembali mengacu kepada Undang-Undang Nomor 22 tahun 2001 tentang minyak dan gas bumi,” ungkapnya.
Kata dia, dalam aturan tersebut semuanya telah jelas, tinggal pemegang kebijakan saja, berani atau tidak untuk melaksanakannya.
Dalam UU Nomor 22 tahun 2001 tentang minyak dan gas bumi dijelaskan, setiap orang yang menyalahgunakan pengangkutan dan/atau Niaga Bahan Bakar Minyak yang disubsidi pemerintah dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 tahun dan denda paling tinggi Rp60 miliar. (MAL/FAUZI).
Sumber: http://mediaalkhairaat.com/

Related News

Tidak ada komentar:

Leave a Reply