"Lunglainya Media Menghadapi JKW & Membungkam Yang Mengkritisi" by @ErieSudewoID


1. 20 Okt 2014 Jokowi jadi Presiden baru RI. Bukan Presiden RI baru. Hati-hati rancu. Apa beda Presiden baru RI dan Presiden RI yg baru?

2. Presiden yang baru, artinya yang baru adalah presidennya. Sedang Presiden RI yang baru, maka yang baru adalah RI-nya, atau negerinya.

3. Yang menarik, hubungan Jokowi dan media amat istimewa. Entah Jokowi menarik hingga didukung media. Atau media yg buat Jokowi jadi menarik.

4. Dalam sejarah pers Indonesia, agaknya ini baru pertama kali. Biasanya media jadi watch dog(pengawas -ed), kini dunia pers seolah lunglai hadapi Jokowi.

5. Inilah yang harus disyukuri Jokowi. Ke-1 media total telah dukung dirinya. Dukungan media itu pun bukan cuma sekadar mendukung.

6. Yang ke-2, itulah dari sejak pencalonan hingga pelantikan, semua hal berkait Jokowi disajikan media dalam ungkapan “strategi hati”.

7. Sajian “strategi hati” ini merupakan puncak tertinggi dalam ilmu komunikasi. Yang bicara adalah rasa/kepekaan, ruh komunikasi.

8. Ini sesuatu yang langka. Nyaris mustahil di belahan dunia pers manapun. Karena otomatis, cara itu mandulkan peran pers sebagai watch dog.

9. Strategi hati, biasanya diungkap dalam feature/human interest. Tujuannya untuk dapat simpati. Ada derita dan asa yang mesti diresapi.

10. Siapapun yg bicara dgn hati, sampailah di hati. Jika isi kurang pas, tetap didengar baik-baik. Malah dibantu agar jadi pas dan berbobot.

11. Mengapa? Karena ada rasa sayang/kasih/kebersamaan. Ada harapan yang digayutkan. Itu cita-cita yang ingin diraih dalam kesamaan langkah.

12. Sedang bertutur dengan mulut, cuma sampai telinga. Sebab apa yg dikatakan mulut, sering berbeda dengan suara hati | #JokowidanMedia.

13. Lihat saja politisi kotor/kutu loncat. Apa yang dikatakan dengan apa yang dilakukan tak nyambung. Hatinya bolak-balik tergantung angin.

14. Maka saat politisi begini bicara, banyak yang tak menggubris. Sebab dia sendiri tak lakukan apa yang diomongkan. “Omdo” alias NATO.

15. Di dunia pers, jalankan peran dengan “strategi hati” juga berbahaya. Ke-1 pers tak lagi bisa jaga jarak dengan penguasa. #JokowidanMedia

16. Padahal posisi pers, mesti berada di pihak rakyat banyak. Karena itu musti usung keadilan, kebenaran dan keberpihakan. #JokowidanMedia

17. Ketika pers jatuh hati pada pemimpin, subyektif jadinya. Peran watch dog mesti obyektif. Dan hanya bisa jalan ketika tetap netral.

18. Kini pers dituntut waspadai dirinya. Cinta itu subyektif. Sedang watch dog itu obyektif. Bisakah subyektif ini tetap obyektif?

19. Tegasnya bisakah pers tetap jaga jarak dengan Jokowi, sang kekasih hati? Jika bisa, pers Indonesia bakal jadi sumber studi banding dunia.

20. Dalam menjaga jarak, pers mudah untuk tetap kritis pada jajaran kabinet Jokowi. Tapi pada orang dekatnya Jokowi yang ternyata lemah?

21. Artinya simak baik-baik. Pers yang kesemsem Jokowi mesti hati-hati. Sebab tanpa sadar, bisa-bisa pers telah ikut dalam kabinet Jokowi.

22. Secara de jure pers mustahil ikut dalam kabinet. Tapi secara de facto, peran pers telah mempengaruhi kabinet Jokowi | #JokowidanMedia

23. Di satu pihak pers jadi komunikator kabinet Jokowi. Di pihak lain pers bisa jadi algojo Jokowi membungkam siapapun yang mencoba kritis.

24. Jika ini terjadi, sejarah berulang. Di masa Orba, kritik dibungkam bedil dan sepatu lars. Di era Jokowi, kritik dibungkam oleh pers.

25. Hal ke-2 yg berbahaya dari “strategi hati” adalah “jebakan cinta”. Karena begitu cinta pada Jokowi, maka segalanya seolah indah saja.

26. Cinta buta bisa jerumuskan dua pihak. Di satu pihak itu pers-nya. Di lain pihak, Jokowi itu sendiri | #JokowidanMedia

27. Madu cinta itu yang saling mencintai seolah tak punya kelemahan. Jika pun ada dianggap tak soal. Atau memang sengaja tak diungkap.

28. Bagi Jokowi ini juga bisa antar dirinya jadi tak sehat. Dia terperangkap oleh opini media yang selalu posisikan dirinya selalu benar.

29. Lihat media pendukung Jokowi. Dari awal hingga hari ini, tak ada kritisi sekecil apapun pada Jokowi. Mustahil ini tak disadari media.

30. Kelak jangan tutup-tutupi kebijakan Jokowi yg keliru. Jangan pula diamkan politisi kotor dan koruptor di sekitar Jokowi. #JokowidanMedia

31. Media mesti sadar dirinya tak selalu benar. Siapapun bisa atas-namakan rakyat. Tapi jangan lupa, media juga tempat berkumpul kepentingan.

32. Ingat, berita tidak bebas nilai. Bohong jika dikata bebas nilai. Apapun sajian berita, apalagi tajuk/opini, ada kepentingan di baliknya.

33. Ketika kepentingan itu untuk hajat orang banyak, keadilan, kebenaran dan keberpihakan, maka kita semua mesti dukung.

34. Media bisa bohongi sebagian orang di sepanjang masa. Tapi kita tak bisa bohongi semua orang di suatu masa | #JokowidanMedia

35. Mungkin media bisa bohongi semua orang di suatu masa. Tapi kita tak bisa bohongi semua orang di sepanjang masa | #JokowidanMedia

*dari kultwit @ErieSudewoID

Related News

Tidak ada komentar:

Leave a Reply