Wakil Ketua MPR Hidayat Nur Wahid. Foto: Republika |
Ia menjelaskan, hak menyurati pimpinan DPR adalah fraksi berdasarkan keputusan DPP untuk melakukan penggantian wakil ketua DPR dari PKS. Ia menilai, keputusan Fahri seharusnya dijawab secara profesional.
''Karena ini peristiwa hukum, bukan murni peristiwa politik. Karena yang kami pahami dari tatib DPR dan MD3, enggak ada kewenangan dari pimpinan DPR untuk melakukan pengkajian terhadap surat yang disampaikan oleh fraksi,'' kata Hidayat di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa (26/4).
Hidayat mencontohkan, kasus pemecatan Gamari Sutrisno, anggota Komisi I DPR oleh PKS. Saat itu Gamari tidak melakukan perlawanan hukum, namun tetap dilakukan kajian.
''Ini satu hal yang menjadi tanda tanya besar karena setelah tujuh hari dikeluarkannya surat ke DPR dan kemudian beliau tidak melakukan perlawanan hukum, selesai. Hari ini sudah lebih dari 3 minggu kenapa juga pimpinan DPR harus melakukan kajian terhadap Pak Gamari,'' ucapnya.
Terkait posisi Fahri di DPR, lanjut dia, kalau merujuk ke Tatib di DPR jelas disebut kalau dari paket dan salah satu di antara pimpinan mundur atau ditarik, maka maka pimpinan DPR menanyakan kepada fraksi siapa yang menggantikannya.
Jika fraksi sudah memberikan surat pengganti, pimpinan DPR tidak perlu repot-repot membuat sidang paripurna. Nanti, di rapat paripurna pimpinan tinggal ditanyakan ke peserta sidang setuju atau tidak.
"Kalau ternyata mayoritas mengatakan tidak setuju ya sudah selesai, tapi kalau setuju, proses selanjutnya oleh bapak presiden, kalau ditandatangan maka terjadilah penggantian. Maka pimpinan DPR tidak perlu repot," jelasnya.(republika)
Tidak ada komentar: